Popular Post

Posted by : Fauziah Cahyani Jumat, 19 Oktober 2012

Kamis 6 September 2012, 11 mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2010 yang menyebut dirinya PANGLIMA (Pasukan Angkatan Lima) berlibur ke pantai Labuan, Banten. Pukul satu siang Aku, Widya, Jessi, Danik, Lia, Anggi, Alan, Adit, Rahayu, Nisya, Mas Bayu, dan pak supir pun berangkat menggunakan mobil milik Rahayu. Mobil ini cukup besar dan nyaman untuk kami. Selama perjalan tak ada hentinya kami bergurau, bernyanyi sampai suara nyaris habis.



Sesekali mobil berhenti. Entah di rest area hanya untuk makan siang dan sholat atau berhenti untuk membeli beberapa DVD film dan musik agar tak terlalu suntuk di dalam mobil.

Setelah lebih kurang 5 jam perjalanan, akhirnya kami melihat birunya lautan. Langit sudah mulai menjingga. Bulatan kemerahan itu sudah hampir mencium ujung laut. Terasa seperti kami mengejarnya dengan sangat lamban. Lama sekali. Sampai matahari itu tenggelam, kami pun belum sampai di tempat tujuan. Tujuan? Memangnya kami punya tujuan? Haha.. Tidak sama sekali. Ya, benar sekali. Kami pergi tanpa tujuan. Tujuan kami hanya berlibur ke pantai. Tapi tidak tahu akan tidur di mana, makan apa, dan melakukan apa..

Rasanya kecewa tidak melihat sunset secara langsung di pantai. Kami hanya bisa menikmatinya melalui jendela mobil yang terus berjalan. Widya pun mempunyai ide untuk menginap di salah satu hotel yang dulu ia pernah kunjungi dengan teman-temannya.

Saat langit benar-benar gelap, kami pun sampai di hotel itu. Dengan ‘kocek’ pas-pasan, kami check-in dengan hanya memesan 2 kamar. Satu kamar untuk laki-laki dan satu yang lain untuk perempuan.

Bukannya beristirahat setelah lelah menempuh perjalanan yang sangat panjang, kami langsung pergi ke pantai yang berada tepat di depan Wira Carita Hotel. Dengan menginap di hotel itu, kami mempunyai akses langsung ke pantai tanpa harus membayar lagi.

Alan, Adit, dan mas Bayu langsung menceburkan diri ke laut yang terlihat sangat seram di malam hari di tambah dengan ombak dan angin yang lumayan besar. Sementara kami yang perempuan berfikir dua kali untuk menceburkan diri. Dan akhirnya hanya berfoto-foto ria sambil menikmati angin laut dan ribuan bintang di atas kami.

Belum lama kami menikmati pantai di malam hari, kami ditegur satpam yang menjaga pintu masuk pantai. Menegur teman-teman kami yang terlihat terlalu  jauh ke lautan. Rupanya mereka takut terjadi apa-apa dengan kami.
Setelah puas dan merasa kedinginan, kami kembali ke hotel untuk beristirahat. Menyimpan energi untuk esok hari yang pasti akan sangat menyenangkan.

Teman laki-laki kami tidak bisa masuk kamar. Ternyata kuncinya hilang di pantai yang saat itu dikantongi oleh mas Bayu. Kami pun harus membayar denda sebesar seratus ribu karena telah menghilangkan kunci. Dengan kunci cadangan yang disediakan pihak hotel, mereka bisa masuk ke kamar dan beristirahat.

Pagi hari usai sholat subuh, kami para wanita kembali menuju pantai untuk melihat matahari terbit. Sedangkan yang lelaki masih tidur di kamar mereka. Sambil menunggu matahari terbit, kami berfoto-foto dengan laut yang masih sejuk dan pasir yang sangat halus. Setelah menunggu lama, matahari tak kunjung terbit tapi langit sudah terang. Kami pun menyadari bahwa arah matahari terbit tidak di sini. Tidak mungkin matahari terbenam dan terbit dari arah yang sama.

Dengan perasaan kecewa, kami kembali ke hotel untuk sarapan. Sebelumnya kami membeli sarapan dulu di warung dekat hotel. Sampai di hotel, teman lelaki kami masih tidur.

Setelah semua selesai sarapan, kami siap kembali ke pantai bertarung dengan ombak-ombak di sana. Pantai ini tidak ramai. Kami jadi leluasa bermain di sini.
Hal pertama yang kami lakukan adalah langsung menceburkan diri ke air dan pasrah oleh terjangan ombak. Anggi yang katanya sedang tidak mood bermain air lebih memilih menato lengannya dan menjadi fotografer kami.

Sedangkan Lia yang memiliki penyakit asma rela mengubur dirinya di dalam pasir untuk pengobatan. Sementara yang lain sibuk menulis nama akun twitter dan nama pasangan di pasir..

Beberapa saat kemudian datang beberapa orang orang yang menawarkan wahana Banana Boat. Awalnya kami memang ingin sekali bermain wahana itu tapi ternyata harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan kantong kami. Sebenarnya harga itu sudah murah, tetapi kami lah yang hanya membawa uang seadanya sehingga terasa mahal. Tapi rupanya orang-orang itu tidak menyerah menawarkan kepada kami, sehingga kami pun akhirnya menerima tawaran itu.
Sebelum bertempur, kami harus mempersiapkan segala sesuatunya seperti memakai pelampung dan berdoa. Dengan perasaan senang campur deg-degan kami menaiki kapal kecil dan membawa kami ke tangah lautan untuk mencapai Banana Boat. Tiga kali kami dihempas ke lautan yang sangat dalam dengan kode tikungan yang sangat tajam.

Tidak terasa hari sudah semakin siang dan kulit kami sudah semakin kecoklatan. Kami harus segera kembali ke Bekasi. Tempat di mana kami seharusnya berada. Ya, kami memang seharusnya tidak di sini tapi di kampus Unisma untuk mengurus P2MB.
Ini adalah liburan nekat. Kalau tidak nekat hari ini, kapan lagi?


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © My Precious Life - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -