Popular Post

Posted by : Fauziah Cahyani Rabu, 17 April 2013



Memasuki semester keenam, Aku dan dua teman satu angkatanku, Jessi dan Dela sudah memulai menulis skripsi. Nekat? Mungkin. Karena mata kuliah skripsi seharusnya diambil saat semester delapan. Lalu kenapa kami nekat mengambil mata kuliah skripsi ini? Entahlah, kami pun bingung jika ditanya kenapa. Dan pada akhirnya kami bertiga harus berjuang bersama senior yang sudah semester delapan untuk menyelesaikan skripsi masing-masing.

Sebelum memulai menulis skripsi, ada suatu mata kuliah yang harus kami ikuti, yaitu mata kuliah Seminar. Awalnya aku berfikir kalau mata kuliah ini adalah sebuah acara yang “benar-benar” seminar yang biasa aku ikuti selama ini. Yaitu sebuah kegiatan dengan tema tertentu yang menghadirkan pembicara. Namun aku keliru. Rupanya mata kuliah seminar ini tak berbeda dengan mata kuliah lainnya. Ya, intinya menyampaikan sesuatu. Yang berbeda adalah jumlah dosen yang hadir saat mata kuliah berlangsung. Dosen yang hadir bisa lebih dari dua.

Aku ingat saat pertemuan kedua mata kuliah ini. Bertempat di ruang H104, terlihat kelas sudah di mulai namun ada dua mahasiswi yang datang terlambat karena baru selesai makan siang. Mereka adalah Aku dan Dela. Ya, kelas seminar dilakukan setiap hari kamis pukul satu siang. Tanpa basa-basi, kedua mahasiswi itu langsung masuk dan mencari bangku yang kosong.

Terlihat tiga dosen dalam kelas itu, satu perempuan, dua lainnya adalah laki-laki. Ibu dosen berada di meja depan sedangkan kedua dosen laki-laki itu duduk di bangku mahasiswa deretan pertama. Tepat berada di depanku dan Dela duduk.

Sebelum Ibu dosen menyampaikan siapa yang akan dibimbing siapa, beliau terlebih dahulu memberikan wejangan kepada kami para mahasiswa yang akan memulai menulis skripsi. Segala bentuk nasihat, masukan, dan kata-kata penyemangat beliau utarakan. Setelah selesai, ibu dosen bertanya kepada kedua dosen laki-laki tadi, “Bagaimana, pak? Ada yang mau ditambahkan?”

Salah satu dosen laki-laki berpostur jangkung pun mulai memberikan hal-hal serupa yang disampaikan ibu dosen sebelumnya. Tapi ada kalimatnya yang mengusik perhatianku saat itu.

“Jadi gini ya.. Skripsi itu kan ibarat masterpiece-nya kalian. Hasil kalian selama ini kuliah. Tuh, di rumah saya masih ada loh skripsi saya. Kalo bisa sih bakal saya figura-in terus dipajang.”

Aku merasa ada yang aneh dengan kalimatnya. Lalu aku berbisik pada Dela yang berada disebelah kiriku, “Ohh skripsinya cuma buat pajangan? Manfaatnya apa dong?”
 
Dela yang mendengar itu hanya merespon, “Hust!” sambil tersenyum entah yang tak bisa aku deskripsikan. Mungkin merasakan hal yang sama denganku.

Sesaat kemudian Aku pun kembali bertanya pada Dela, “Eh Del, sebenernya skripsi tuh buat apa sih?”

Sebuah pertanyaan yang sangat polos itu begitu saja keluar dari mulutku. Namun Dela hampir tak bisa dengan tepat menjawabnya. Menggantung istilahnya. Dia hanya berkata, “Yaa itu hasil dari kita kuliah selama ini. Apa yang kita pelajari, diterapkan di skripsi itu.”

Aku tidak puas dengan jawabannya. Hanya itu kah? Apa Aku harus bertanya kepada seseorang yang sudah merasakan bagaimana menulis skripsi? Apa Aku juga harus bertanya pada Google? Memang, di dalam skripsi ada yang namanya “Manfaat dan Kegunaan Penulisan”, tapi bukan itu yang aku maksud. Aku lebih merasa kalau skripsi itu hanya syarat mutlak untuk lulus kuliah dan mendapatkan gelar. Aku berkata seperti ini mungkin karena belum merasakan manfaat skripsi itu secara langsung. Mungkin aku akan mendapatkan kepuasan jawaban setelah aku benar-benar menyelesaikannya. Ya, skripsi itu.

Perkuliahan tetap berlangsung sementara Aku masih disibukkan dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Rupanya hari itu adalah hari terakhir mata kuliah Seminar yang diladakan di kelas. Untuk selanjutnya, para mahasiswa akan berurusan langsung dengan dosen pembimbing masing-masing.

Ngomong-ngomong soal pembimbing, Aku akan dibimbing oleh pak dosen jangkung itu..

{ 2 Comment... read them below or Comment }

- Copyright © My Precious Life - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -