- Back to Home »
- Tak Ingin Pergi
Posted by : Fauziah Cahyani
Senin, 23 April 2012
Aku beruntung di semester kali ini. Aku hanya mengikuti perkuliahan dari hari senin sampai kamis. Sedangkan 3 semester sebelumnya aku kuliah dari hari senin sampai jumat..
Aku jadi lebih cepat pulang ke Tangerang. Dimana orang-orang yang aku sayangi berkumpul. Keluargaku. Mama. Bapa. Kakak. Dan adikku..
Kini, setiap sore kamis, setelah perkuliahan hari itu selesai, aku bisa langsung pulang ke Tangerang..
Aku lebih memilih pulang walaupun hari jumat atau sabtu ada kegiatan di kampus. Seperti syuro LDK atau Engliss class..
Keluargaku tetap yang pertama..
Aku merasa lebih puas sekarang. Jumat, sabtu, minggu aku bersama keluargaku..
Tapi saat senin datang. Aku juga tidak tahu. Tiba-tiba saja mood-ku menjadi sangat jelek. Seperti senin ini..
Rasanya aku tidak ingin berpisah dengan mereka. Aku senang berada di rumah..
Setiap senin pagi. Dari semester 1. Mood-ku selalu tidak bagus. Dan percayalah, setiap senin pagi pula aku selalu berusaha tidak seperti itu. Tidak merasa susah untuk pergi. Tapi tidak bisa. Perasaan ini terlalu kuat..
Yang aku sesalkan adalah, ketika bad mood-ku ini menyakiti hati Mamaku..
Tak jarang aku berbicara ketus padanya saat senin pagi. Sungguh, hatiku melawan untuk seperti itu. Tapi tidak bisa. Perasaan kesalku untuk pergi menyelimuti diriku..
Seperti senin ini. Aku merasa sangat jahat padanya..
Hari ini tidak ada Bapa yang selalu mengantarku ke tempat aku biasa naik bis..
Hari ini tidak ada tukang ojek yang biasa dijadikan opsi kedua..
Mama menyuruhku untuk naik angkot ke pangkalan ojek yang tidak jauh dari rumah..
Aku kesal.
Seandainya hari ini tidak UTS mungkin aku tidak akan pergi..
Aku hampir menangis karena kesal. Kesal karena tidak ingin pergi dan kesal karena tidak ada ojek yang biasa mangkal di depan gang..
Dengan setengah hati aku beranjak. Menuju jalan raya untuk naik angkot. Mama ada dibelakangku. Mengikuti..
Sampai di seberang jalan aku tidak menengok ke belakang untuk melihatnya. Sampai akhirnya aku ada di dalam angkot, aku baru melihat punggungnya. Mama pulang setelah memastikan aku naik angkot..
Aku tidak tau bagaimana perasaannya saat itu..
Aku sedih. Tapi masih kesal..
Mataku berkaca-kaca saat menunggu bis datang..
Di dalam bis akhirnya tangisku pun pecah. Tanpa suara air mata itu jatuh..
Di dalam bis aku sempat tidur dan tidak tau kalau Mama menelfon..
Aku tidak menelfonnya kembali atau sekedar memberinya pesan singkat..
Bukan. Bukan aku tidak ada pulsa. Tapi saat itu suasana hatiku sangat tidak karuan..
Tapi sungguh, aku menunggu telfonnya lagi. Aku ingin meminta maaf..
Seandainya di Bekasi ini aku tinggal di sebuah rumah kost, mungkin aku tidak akan sesulit ini untuk meninggalkan keluargaku.